MENCOBA MENDENGAR, mencoba MELIHAT (lagi)
Kesan pertama yang enggak banget (aduh, g usah deh, pikir lagi deh klo mau sama dia...)
Jadi ibu itu, enggak ada sekolahnya. Adapun aku, berproses menjadi dewasa dan menjadi mausia lebih baik bersama anak-anak ku. Tak henti berterimakasih pada Allah atas karunianya memberi ku jundi-jundi yang baik.
Kk punya seorang sahabat, Dinda namanya. Mereka sebaya tapi beda sekolah. Rumah nenek dinda bertetangga dengan rumah kami dulu. Waktu pertama kk membawa Dinda kerumah, aku langsung ga suka. Naluri keibuan berkata buruk mengenai anak ini. Atau mungkin aku cemburu(?) bahwa anak ku sekarang memiliki teman... Bayangkan aja, Dia jarang senyum, tidak ceria dan terkesan judes. Apalagi ditambah saat kk sering pulang telat tanpa konfirmasi. Arrrrgh, kesal. Anak ini membawa dapak buruk buat kk!
Ya, dengan perasaan campur aduk, aku memutuskan untuk melarang kk main lagi sama dinda, ga usah lagi deket-deket dia! Kata ku tegas. Hari berganti, kakak masih berteman sama Dinda. Ku coba mengganti siasat. Tapi semakin kuat ku melarang kk, semakin jadi. Hingga suatu hari, kk bicara dengan ku dari hati ke hati - dengan drama tentu saja, kenapa dia mau berteman dengan Dinda? Nyaman berteman dengan orang yang ku anggap buruk?!
Ternyata mereka memiliki latar belakang yang kurang lebih sama, sehingga mereka saling mengisi dan melengkapi. Demi senyum kk, Aku MENCOBA MENDENGAR, mencoba MELIHAT lagi lebih dekat siapa anak ini? Bagaimana keadaan orangtuanya? Seperti apa dia dibesarkan? Kenapa kk nyaman dengan anak ini? Apa baiknya dia? Dan apa dampak pergaulannya buat kk?
Ternyata dinda memiliki tingkat kedewasaan lebih dari kk, dia selalu ada buat kk -dimana momen remaja adakalanya ingin privasi, tidak asas manfaat, belum lagi ringan tangan kalau singgah dirumah kami dan dekat dengan mas dan dd.
... Astaghfirullah, betapa membenci itu mudah. Now, kk bersahabat dengan dinda tanpa dia melupakan tugas sekolahnya dan sebagai bagian dari keluarga ini.
Love u kak, terimakasih atas pelajarannya buat mama
Jadi ibu itu, enggak ada sekolahnya. Adapun aku, berproses menjadi dewasa dan menjadi mausia lebih baik bersama anak-anak ku. Tak henti berterimakasih pada Allah atas karunianya memberi ku jundi-jundi yang baik.
Kk punya seorang sahabat, Dinda namanya. Mereka sebaya tapi beda sekolah. Rumah nenek dinda bertetangga dengan rumah kami dulu. Waktu pertama kk membawa Dinda kerumah, aku langsung ga suka. Naluri keibuan berkata buruk mengenai anak ini. Atau mungkin aku cemburu(?) bahwa anak ku sekarang memiliki teman... Bayangkan aja, Dia jarang senyum, tidak ceria dan terkesan judes. Apalagi ditambah saat kk sering pulang telat tanpa konfirmasi. Arrrrgh, kesal. Anak ini membawa dapak buruk buat kk!
Ya, dengan perasaan campur aduk, aku memutuskan untuk melarang kk main lagi sama dinda, ga usah lagi deket-deket dia! Kata ku tegas. Hari berganti, kakak masih berteman sama Dinda. Ku coba mengganti siasat. Tapi semakin kuat ku melarang kk, semakin jadi. Hingga suatu hari, kk bicara dengan ku dari hati ke hati - dengan drama tentu saja, kenapa dia mau berteman dengan Dinda? Nyaman berteman dengan orang yang ku anggap buruk?!
Ternyata mereka memiliki latar belakang yang kurang lebih sama, sehingga mereka saling mengisi dan melengkapi. Demi senyum kk, Aku MENCOBA MENDENGAR, mencoba MELIHAT lagi lebih dekat siapa anak ini? Bagaimana keadaan orangtuanya? Seperti apa dia dibesarkan? Kenapa kk nyaman dengan anak ini? Apa baiknya dia? Dan apa dampak pergaulannya buat kk?
Ternyata dinda memiliki tingkat kedewasaan lebih dari kk, dia selalu ada buat kk -dimana momen remaja adakalanya ingin privasi, tidak asas manfaat, belum lagi ringan tangan kalau singgah dirumah kami dan dekat dengan mas dan dd.
... Astaghfirullah, betapa membenci itu mudah. Now, kk bersahabat dengan dinda tanpa dia melupakan tugas sekolahnya dan sebagai bagian dari keluarga ini.
Love u kak, terimakasih atas pelajarannya buat mama
Posting Komentar untuk "MENCOBA MENDENGAR, mencoba MELIHAT (lagi) "